Title : -Songfic- Niji No Yuki (The Snow of Rainbow)
Author : Rin
Genre : Romance, Angst, Drama, Shounen-Ai
Pairing : Ni~yaxSakito
(Sekalian RukaxSakito min pas awal2 hehe ._.v)
Rating : Overall PG –
15
Length : 3826 Words
Current
Song : Alice Nine – Niji No Yuki
Summary : “Bukankah kau bilang bahwa bahkan
disaat bersalju pun, malaikat bisa saja datang dan melukiskan pelangi untuk
mewarnai pucatnya salju? Atau justru sang pelangi memilih untuk menghilang
terkubur oleh pekatnya langit dan membiarkan salju itu tetap putih?”
Disclaimer : All characters belong to God while this
storyline belongs to me.
A/N : Agak ga nyambung storyline
sama song yang dipake. dan ini juga bisa dibilang fic comeback, setelah
beberapa waktu lalu saya bilang hiatus dari bikin fanfic Yaoi ._. selamat
membaca :3
---虹の雪---
‘Our
footprints dissapearing,
Into the white that falls continuously,
There’s one memory that won’t be melted away,
That falls onto my shoulder again’
[25 Desember 2011,
07:18 PM]
“Maaf,
nomer yang anda tuju sedang tid---“
Laki-laki itu dengan
segera memencet tombol merah di ponselnya. Kepulan asap keluar dari bibir
pucatnya, menandakan betapa dinginnya Tokyo malam ini. Sesekali ia memandangi
layar ponselnya dengan tatapan penuh harap.
“Apa maunya anak ini?”
Kesal menunggu, Ia pun
segera menekan tuts-tuts ponselnya, berniat untuk mengirimkan sebuah pesan
kepada seseorang yang sedari tadi telah ditunggunya.
To: Ruka
[Dimana? Kau bilang
akan menemuiku dihalte? Aku tidak melihatmu dari tadi.]
SEND!
Ia melepaskan
pandangannya dari layar ponselnya, memasukkan ponsel tersebut kedalam saku
jubah tebalnya, dan mendongak memandangi langit malam itu. Laki-laki itu
menikmati dirinya terhanyut memandangi esensi langit Tokyo malam itu. Gelap...
Ya, gelap. Langit Tokyo malam itu hanya dapat menyajikan warna hitam bercampur kobalt
tanpa disinggahi oleh jejak-jejak bintang barang setitikpun.
‘Sepertinya mendung... Pantas saja aku kedinginan. Ruka, cepatlah
datang. Kau mau aku mati membeku disini?’ Gerutu lelaki itu dalam hati.
DRRRT--!
Lelaki itu dengan sigap
merogoh saku jubahnya dan memeriksa pesan yang baru saja masuk diponsel flipnya
tersebut.
From: Ruka
[Maaf,
aku ada ditaman dekat stasiun sekarang. Bisakah kau datang kemari?]
‘Eh?
Dasar... Yasudahlah...’
---虹の雪---
[25 Desember 2011,
07:43 PM]
Laki-laki itu segera berjalan ke arah
taman. Memandangi sekeliling, mencari sosok yang Ia kenal. Pandangan matanya
berhenti tepat dihadapan seorang laki-laki yang berdiri memandangi patung peri ditengah-tengah
taman.
“Ruka....” Laki-laki itu
tersenyum.
Ruka pun menoleh. Ia
memandangi lelaki yang ada dihadapannya itu. Tidak, bukan dengan tatapan biasa,
tetapi dengan tatapan dingin tanpa ekspresi.
“........ Sakito....”
Sakito tersenyum. Di
sudut hatinya, Ia tahu ada sesuatu yang berbeda pada kekasihnya itu. Sakito
berjalan mendekati Ruka. Satu langkah, dua langkah...
“Aku ingin mengakhiri
semuanya...”
Ucapan itu terlontar
dari mulut Ruka. Masih dengan tatapan dan raut muka yang sama. Sakito yang
mendengar pernyataan Ruka pun tersentak kaget.
“...Ruka...? Apa
maksudmu dengan ‘mengakhiri semuanya’? Ahaha candaanmu kali ini tidak lucu sama
sekali, Tuan.”
‘Your faint breath,
Your fading
temperature,
Along with your warmth
that goes away,
Even though it’s
cooling down my mind,
It feels so
comfortable.’
Sakito tahu benar bahwa Ruka tidak
main-main dengan ucapannya barusan. Sakito lebih mengerti lagi bahwa apa yang
diucapkan oleh Ruka sesuai dengan apa yang didengar oleh kedua telinganya. Sakito
hanya ingin menyangkal apa yang baru saja didengarnya. Ia berharap bahwa apa
yang baru saja didengarnya hanyalah suara-suara imajiner akibat hipotermia ringan
yang menghinggapinya ditengah suhu dingin malam itu.
“Wajahku ini... apakah
wajahku merefleksikan kalau aku bercanda?”
“................” Sakito terdiam.
“Aku benar-benar serius kali ini, Sakito...”
“Tapi kenapa?”
“Karena aku benar-benar sudah tidak
bisa mempertahankan ini semua! Memakai topeng, berpura-pura bahagia
dihadapanmu, kukira aku akan bisa mempertahankan topeng itu sampai akhir.. Tapi
pada akhirnya, topeng itu jatuh.. Retak.. Aku tak bisa memakainya lagi.”
“Aku bisa.. Aku bisa menyatukan
kembali topeng itu, Ruka! Ijinkan aku...”
“Sakito, dengarkan aku, topeng yang sudah
retak, walaupun disatukan kembali, ia tak bisa kembali seperti sedia kala. Ia
hanya akan jadi onggokan sampah yang tersimpan rapi didalam gudang.”
“.................”
Sakito hanya bisa terdiam. Ia
menunduk, menahan segala emosi kesedihan yang mulai menggerogoti dirinya. Ingin
rasanya Ia memandang Ruka dan bertanya apakah ini semua hanya mimpi belaka. Tapi
sungguh, Ia tak sanggup. Memandang wajah Ruka yang begitu dingin saat ini hanya
akan membuatnya makin sakit.
“Dengar... Aku tidak bisa hidup
selamanya menggunakan topeng dihadapanmu. Aku sudah mempertimbangkan ini dengan
matang. Aku tak ingin menyakitimu lebih jauh.”
‘Your smile that hid your sadness looked so painful.
Still I don’t realize your gentle lie,
And our hands are separated’
“Pergilah kalau memang
itu maumu...” Sakito tersenyum tipis.
“.... Sekali lagi maaf,
Sakito...” Ruka merengkuh tangan dingin Sakito. Meremasnya lembut sebelum
akhirnya melepaskannya kembali.
Ruka segera berjalan melalui Sakito.
Ia berjalan beberapa langkah dan menoleh melihat Sakito yang masih tegak
berdiri membelakanginya. Ruka tahu Ia telah menyakiti laki-laki itu. Tapi Ia
sungguh tak ingin Sakito lebih tersakiti jika mereka melangkah lebih jauh.
Membalikkan badan, Ruka pun melanjutkan langkahnya menjauh dari taman itu.
Sakito masih terdiam menunduk disana.
Ia merasakan keberadaan Ruka mulai menghilang darinya. Ia tak bisa merasakan
kembali suhu tubuh Ruka, tak bisa mendengar lagi setiap hembusan nafas Ruka, Ia
tak bisa lagi mendengar suara Ruka. Ia sudah benar-benar kehilangan Ruka
seutuhnya.
“Apa kau tidak sadar, apa yang kukatakan
padamu itu semuanya tidak benar? Aku sungguh tidak sanggup melepaskanmu..
Benar-benar tidak sanggup, Ruka.” Sakito merutuk sedih.
Bulir-bulir air mata kini sudah tak
sanggup menggantung dipelupuk matanya. Mereka dengan deras mencoba keluar dan
mencari jalan untuk sampai ke tanah kering dibawahnya. Ya, Sakito kini
menangis. Meratapi kesendiriannya. Merutuki segala ketidak sempurnaannya yang
membuat Ruka pergi darinya.
‘I want to meet you,
Although only in my memory,
Before it died by the snow.’
[25 Desember 2011, 08:00 PM]
DING---!
Suara bel sayup terdengar kala sebuah
tangan terjulur tepat dibawah wajah Sakito yang menunduk. Tangan itu merengkuh
sebuah snow globe didalam
genggamannya. ‘Indah..’ kata pertama yang mencuat dibatin Sakito saat pertama
kali melihat snow globe itu.
Siapa yang akan menolak keindahan snow globe semacam itu? Didalam bola
kaca itu terpatri sebuah pohon natal mungil yang di beberapa sisinya tampak
tertimbun salju. Bel-bel kecil yang menggantung di figurin pohon itu
menciptakan suara gemerincing kecil ketika snow
globe tersebut sedikit diguncangkan. Terlihat sebuah figurin manusia salju
yang dikelilingi oleh figurin-figurin anak-anak bersweater merah berseling hijau berdiri tepat disebelah pohon natal
tadi. Snow globe itu terlihat lebih
indah karena sebuah pelangi terlukis diatas sang manusia salju, memberi warna
kepada timbunan pasi salju dibawahnya.
Sakito tak bisa menolak keindahan
bola salju tersebut. Untuk beberapa detik, matanya tak bisa lepas dari benda
cantik itu. Pikirannya berputar meneliti setiap inci dari snow globe tersebut.
“Untukmu...” Sang
pemilik tangan bersuara.
Sakito sontak mendongak. Ia
memandangi sosok pemilik tangan tersebut dengan lekat. Seorang laki-laki dengan
jaket musim dingin panjang berwarna hitam yang terlihat senada dengan langit
malam itu. Mata hitamnya memandang Sakito dalam, Senyum terlukis dengan
sempurna pada lengkungan bibirnya.
“Kelihatannya sedih
sekali?” Pria itu mulai bersuara lagi.
Saat itu juga Sakito segera tersadar
dari lamunannya. Ia memasang senyum kecil diwajahnya, mencoba untuk tidak
terlihat sedih dihadapan pria itu.
“...Tidak, aku hanya sedikit
kedinginan. Itu.... Itu untukku?” Sakito menunjuk snow globe yang sedari tadi dibawa oleh pemuda itu.
“Ah, iya.” Pemuda itu mengiyakan
pertanyaan Sakito. Ia menjulurkan tangannya, memberi kode pada Sakito untuk
mengambil snow globe ditangannya.
“Tapi, kenapa?” Sakito mengambil snow globe tersebut.
“Karena kau sedang sedih. Tapi kalau
kau tidak mau, sini, berikan padaku lagi.” Pemuda itu membalas perkataan Sakito
dan menarik kembali snow globe
ditangan Sakito.
“E-eh?”
Sakito cukup kebingungan dengan
perkataan pria misterius itu. ‘Darimana orang ini bisa tahu kalau aku sedang
sedih? Dia memata-mataiku sejak tadi?’ Batin Sakito
Lama Sakito dan pria itu terhanyut
dalam kesunyian. Tak seorangpun dari mereka memutuskan untuk angkat bicara. Sakito
memutuskan untuk kembali memandangi indahnya snow globe digenggaman pemuda itu. Begitupun sang pemuda, Ia
memandangi benda tersebut dengan pandangan yang cukup intens.
Bosan atas keadaan saling diam yang
ada, lelaki itu memulai sepotong pembicaraan diantara mereka berdua.
“Kau tahu kenapa terdapat pelangi
didalam sana?” Laki-laki itu memiringkan kepalanya agar dapat melihat wajah Sakito
dengan jelas.
“....Tidak... Kenapa?”
“Karena snow globe ini ingin menyampaikan sesuatu padamu...”
“Menyampaikan... sesuatu?” Sakito
makin bertanya-tanya, apa maksud lelaki ini sebenarnya.
“Ia ingin memberitahumu, bahwa bahkan
disaat bersalju pun, malaikat bisa saja datang dan melukiskan pelangi untuk
mewarnai putihnya salju.”
Pria itu berujar dengan intonasi
sedemikian lembut sehingga membuat Sakito merasakan sebuah kenyamanan.
Melupakan pikiran buruknya mengenai pria tersebut. Sakito kembali menangis. Air
matanya kini sudah tak dapat Ia bendung lagi. Air mata yang Ia sembunyikan
dibalik senyumannya kini meleleh keluar dari matanya.
“Kenapa... Kenapa malaikat itu
melukiskan sebuah pelangi disaat salju datang? Bukankah salju itu sudah
ditakdirkan untuk selamanya putih dan dingin?” Sakito mengalihkan pandangannya
dari snow globe itu dan beralih
memandang pemuda misterius itu.
“Itu PR-mu.”
“PR?”
It was left within our hands,
Your warmth, and it won’t disappear.
And there’s no replacement for that.
My melted tears will disappear into the rainbow.’
[25 Desember 2011, 08:02 PM]
“PR?”
“Iya. PR” Jawab pria
itu santai.
“................”
Butir-butir air mata Sakito masih
keluar. Ia masih kebingungan apa maksud dari pria itu dengan ‘PR’. Bintik-bintik
putih berjatuhan melewati matanya. Sakito mendongak, mencoba menatap langit. Ya, salju.
“Kau membuat langit sedih.” Pria itu
membuka telapak tangannya. Menangkap beberapa bunga-bunga salju yang kemudian
ditunjukkannya pada Sakito.
“Lihatlah, langit menangis karena
melihatmu menangis. Sebaiknya kau berhenti menangis sebelum kota ini tertimbun
salju.” Laki-laki itu tertawa pelan.
“Mana ada yang seperti itu?” Sakito
menyeka air matanya.
“Ada, ahaha..” Laki-laki itu kembali
tertawa. Sakito tersenyum melihat tingkah pemuda itu. Pemuda ini benar-benar
memberinya kehangatan yang sama seperti yang Ia pernah rasakan bersama Ruka.
Tidak, bahkan lebih hangat.
---虹の雪---
“Sepertinya aku harus pergi... Siapa
namamu, hm?” Laki-laki itu bertanya pada Sakito.
“Sakito... Dan, namamu?” Sakito balik
bertanya.
“Baiklah, Sakito. Sekarang tugasmu
adalah mencari tahu jawaban dari ‘PR’ yang kuberikan tadi. Kalau kau sudah
menerima jawabannya, tunggulah aku ditaman ini tepat pada tanggal, bulan, dan
jam yang sama... Dan tentu saja memberitahuku, apa jawaban dari ‘PR’ itu. Deal?”
“Itu berarti... Tahun depan? Itu lama
sekali! Kalau aku lupa bagaimana?” Sakito sedikit menjengit saat mendengar
perkataan pemuda itu.
“Bukankah itu setimpal dengan jawaban
yang akan kau dapat? Dan lagi aku tak memaksamu untuk mengingatnya bukan? Jadi
terserah padamu, kau ingin mencari jawaban untuk ‘PR’mu itu atau kau mau membiarkannya
saja seperti angin lalu.” Sanggah laki-laki itu.
Laki-laki itu menarik sebelah tangan Sakito,
membuka telapak tangannya, dan meletakkan snow
globe yang sedari tadi dipegangnya diatas telapak tangan Sakito.
“Kutinggalkan ini ditanganmu... Selanjutnya,
semuanya terserah padamu... Merry white
christmas untukmu dan sampai jumpa, Sakito...” Lelaki itu membalikkan
badannya dan berlalu pergi.
“Tunggu!! Aku belum tahu siapa
namamu!!” Sahut Sakito keras. Pria itu tak menoleh sedikitpun. Menghentikan
langkahnya saja tidak. Yang pria itu lakukan hanya mengangkat tangan kanannya
keatas seraya melambaikannya tiga kali kekiri dan kekanan.
Sakito memandangi punggung pemuda
itu. Banyak hal yang berputar-putar dipikirannya. Ia memandangi snow globe yang kini ada ditangannya. Ia
mengangkat snow globe itu hingga
sejajar dengan wajahnya. Matanya menelusuri setiap bagian dari benda itu hingga
Ia menemukan ukiran beberapa huruf pada lempengan emas kecil dibawah globe tersebut. Tulisan itu terukir
dengan aksen tanaman sulur yang benar-benar indah.
“Ni~ya..?” Sakito membaca tulisan
yang ada dilempengan tersebut.
“Apa itu namanya? Ni~ya..” Sakito
tersenyum, mendongakan kepalanya, membiarkan butiran-butiran salju tersebut
jatuh dan meleleh diwajahnya.
‘Untuk kali ini saja, biarkan air
mataku melebur dan membeku bersama dengan salju ini...’ Sakito berkata pada dirinya
sendiri.
‘On the morning when the moon is sleeping,
The silver diffused reflection of the snow will change.
This cold solitude, even the day of loving you.
Then I will wait for the flower that will not bloom for a second time.’
[19 Januari 2012, 08:00 AM]
Suara dering alarm jam bergema keras
dimeja sebelah tempat tidur Sakito. Sakito yang masih meringkuk dibawah selimut
pun sontak terbangun dan mengerjapkan matanya sambil sesekali menguap lebar. Ia
menggapai-gapai meja untuk mematikan alarm yang dipasangnya. Sakito melihat
sekeliling, mengumpulkan ‘nyawa’nya setelah sejenak merebahkan dirinya diatas
kasur. Ia melihat sekeliling. Matanya berhenti ketika Ia menangkap snow globe pemberian Ni~ya bersebelahan
dengan jam alarmnya. Ia tiba-tiba memikirkan kembali tentang ‘PR’ yang
diberikan oleh Ni~ya untuknya.
“Hampir
satu bulan dan aku masih belum menemukan jawabannya... Apa aku harus menyerah
saja?” Sakito mulai berdialog dengan dirinya sendiri.
“Mana aku tau kenapa
malaikat itu melukiskan sebuah pelangi disaat salju datang? Tapi aku kan yang
pertama kali menanyakannya.. Kenapa aku harus bertanya seperti itu? Tch..
Sudahlah, lebih baik aku mandi saja sekarang.” Sakito menarik diri dari
selimutnya dan bergegas pergi ke kamar mandi.
---虹の雪---
[7 Juli 2012, 10:20 AM]
Sakito duduk didepan
meja ruang tamu, memeluk sebuah gitar akustik, menyandarkan dagunya kebagian
tubuh gitar itu. Kertas-kertas dan partitur-partitur lagu berserakan diatas
meja. Pandangan matanya kosong. Ya, Sakito adalah seorang songwriter dan musisi terkenal diJepang. Ia dikenal akan suara
emasnya dan keahliannya dalam menciptakan lagu-lagu indah yang selalu hits
dipasaran. Biasanya, Sakito hanya butuh waktu beberapa hari untuk menciptakan
satu lagu. Namun, kali ini berbeda. Sudah hampir 3 minggu dan Sakito bahkan
belum menyempurnakan bait pertama dari lagu tersebut.
“Hhh.. Aku benar-benar
buntu!!” Sakito menggenjreng gitarnya keras. Membuat sang ibu sontak datang
menghampirinya
“Kau kenapa, Saki?” Sang
ibu duduk disofa. Membelai rambut Sakito pelan.
“A-ah,
tidak.. Hanya sedang memikirkan suatu hal, Kaasan...” Sakito memandang Ibunya.
“Kaasan...” Sakito
memanggil Ibunya pelan.
“Iya, Saki?”
“Saki boleh merebahkan
diri dipangkuan Kaasan?”
“Memangnya kau anak
kecil, hm?”
“Aku kan anakmu, Kaasan.”
Sakito cemberut. Sang ibu terkekeh kecil. Sakito memang selalu menjadi ‘Saki
kecil’nya. Dengan lembut, sang ibu menarik kepala Sakito, merebahkan kepala Sakito
dipangkuannya, dan membelai rambut Sakito pelan, seperti kebiasaan Sakito saat
kecil.
“Kaasan..” Sakito
memanggil ibunya lagi.
“Apalagi, Saki?” balas
sang ibu yang masih membelai rambut Sakito.
“Apa sebelum bertemu
dengan Tousan.... Kaasan merasa... dingin? Maksudku, sebelum bertemu Tousan,
apakah Kaasan tidak sebahagia ini?” Sakito memandang ibunya lekat. Ia bingung
bagaimana menyampaikan hal ini kepada ibunya. Tapi, dari raut wajah ibunya saat
ini, Ia bisa menangkap bahwa ibunya itu sepertinya mengerti apa yang Ia
maksudkan.
“Jangan bilang Saki
kecilku ini sedang jatuh cinta?”
DEG---!
Rona merah terlihat menyembul keluar
perlahan dari pipi Sakito. Ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang
dikatakan oleh ibunya. Apakah benar Ia jatuh cinta pada orang misterius yang
hanya pernah bertemu sekali dengannya itu. Apakah benar bahwa Ia jatuh cinta
pada Ni~ya.
“Kaasan tidak tau kenapa
tiba-tiba kau menanyakan ini. Tapi, sebelum Kaasan bertemu dengan Tousanmu, apa
yang Kaasan kerjakan bisa dibilang rasanya sangat monoton. Apa yang Kaasan
kerjakan hampir semuanya memberikan Kaasan kejenuhan. Seperti saat kau
memandang kertas putih. Membosankan bukan?”
“.................” Sakito
bungkam meresapi setiap perkataan yang diucapkan oleh ibunya.
“.... Tapi, Tousanmu
itu, benar-benar bagaikan pelangi. Tousanmu itu benar-benar membuat Kaasan
melupakan semua kejenuhan itu.. Yah, seperti yang bisa kau lihat selama ini...”
‘I won’t let the stopped time to move again.
‘On that day, to the place where you wait.
No matter how many times I should return,
It looks like I will vanish.’
“Seperti.... pelangi?” Sakito
terbelalak mendengar perkataan ibunya.
“Iya.. Pelangi..”
“...Jadi begitu...
Bodoh, kenapa aku tidak memikirkan hal itu sebelumnya?”
“Memikirkan apa? Saki,
tingkahmu sungguh aneh hari ini.”
“Ah, aku tidak apa-apa. Terima kasih
ya, Kaasan. ” Sakito bangkit dari pangkuan ibunya, merengkuh tubuh ibunya erat,
dan dengan wajah sumringah kembali duduk memeluk gitarnya.
Ya, Sakito kembali bergelut dengan
gitar, pensil, dan kertas-kertas partitur lagunya itu. Ia benar-benar bersemangat
sekali. Sesekali Ia berhenti, mengayun-ayunkan pensil didepan wajahnya dan
menggerutukan beberapa kalimat puitis yang terkadang Ia akhiri dengan decakan
dan juga rutukan ‘tidak, tidak. Bukan seperti itu!’.
[7 juli 2012, 10:10 PM]
Seharian penuh Sakito duduk diruang
tamu. Sahutan ibunya untuk mengajaknya makan pun selalu dihiraukannya. Ia
benar-benar ingin menyelesaikan pekerjaannya hari itu. Sukar untuk menghentikan
Sakito apabila Ia sudah berkonsentrasi dengan pekerjaannya.
Sudah hampir 12 jam Sakito berkutat
dengan benda-benda itu. Kondisinya benar-benar mengerikan. Rambutnya sedikit
acak-acakan, kantung mata tipis bertengger sempurna dibawah matanya, keringat
terlihat jelas disisi-sisi wajahnya.
“Selesai! Ahaha!” Sakito
berteriak lega. Ia meregangkan tangan dan punggungnya.
“Aku tidak pernah
selelah ini sebelumnya.. Tapi aku puas..” Sakito pun bergegas merapikan kertas
partiturnya, menyimpannya dimeja kamar, dan berjalan menuju kasurnya.
“Natal, kumohon cepatlah
datang..” Sakito berdoa sebelum akhirnya terpejam.
‘I want to meet you although only in my memory,
Before it dyed by the snow.
It was left within our hands,
Your warmth, and it won’t fade away.
Alone, I sing with withered voice.’
[25 Desember 2012, 08:00 PM]
Gemerlap cahaya
tertuju pada bagian tengah panggung. Petikan gitar yang menandakan dimulainya
sebuah lagu kini terdengar hingga ujung ruangan. Riuh suara yang tadinya ada,
kini menghilang tak berbekas bak kapal yang hilang ditenggelamkan oleh
siren-siren cantik ditengah laut. Lirik-lirik indah kini teralun dari tengah
panggung.
Sakito... Sakitolah
yang kini bernyanyi diatas panggung. Beratus-ratus pasang mata
memperhatikannya. Beratus-ratus pasang telinga mendengarkan alunan lagunya...
Bukan, bukan ‘lagu’, tetapi jeritan hati. Jeritan perasaan yang berkecamuk
sejak setahun yang lalu. Sejak Ruka memutuskannya. Sejak Ia bertemu dengan Ni~ya.
Sakito menyanyikan
seluruh emosinya. Setiap kalimat yang Ia nyanyikan benar-benar menyayat
hatinya. Sungguh, ini adalah luapan emosinya. Luapan emosi yang bertumpuk
sedemikian banyak, yang sudah tak bisa tertampung lagi didalam hatinya, yang
ingin segera dikeluarkan dan meledak. Hingga akhirnya pada bait terakhir,
walaupun para penonton tak menyadarinya, Sakito menitihkan air matanya.
Setelah petikan gitar
terakhir, Sakito menyeka linangan air mata yang masih berbekas diwajahnya dan
membungkuk, memberikan hormat kepada penonton yang telah menyaksikan
pertunjukannya. Ia mengucapkan terima kasih dan bergegas menuju kebelakang
panggung degan diiringi oleh riuh tepuk tangan semua orang yang menyaksikan
penampilannya barisan.
---虹の雪---
“Kerja
bagus, Sakito! Seperti yang kuduga, Konser kali ini sukses besar...” Mr. Maeda,
sang produser konser, menepuk bahu Sakito pelan.
“Terima
kasih, Mr. Maeda. Maaf, aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa, Mr. Maeda.”
Sergah Sakito. Sakito berlari menuju ruang rias, menghadap kearah kaca dan
berkata,
“Aku
terlambat... Apa dia masih disana? Semoga saja begitu.” Ia melirik kearah kursi
disampingnya. Disana, tergeletak sebuah snow
globe pemberian Ni~ya. Sakito mengulurkan tangannya, mengambil snow globe itu dan bergegas lari keluar
dari gedung konser tersebut.
“Sakito!!!
Kau mau kemana!! Kau masih ada konfrensi dengan fansmu!!” Mr. Maeda berteriak
memanggil Sakito.
“Aku
ada urusan penting!! Maaf!!” Sakito masih berlari. Ia tak menghiraukan beberapa
kru yang tengah memanggilnya dibelakang sana.
Sakito berlari dengan kencang.
Berkali-kali Ia menabraki orang-orang yang berjalan ditrotoar karena
menghalangi jalannya. Ia bahkan menyebrang tanpa memperdulikan lampu lalu
lintas yang masih menyala hijau. Teriakan-teriakan pengendara yang memakinya
serta sahutan-sahutan klakson mobil pun tak diindahkannya. Yang ada
dipikirannya saat ini hanyalah sampai ditaman itu. Taman tempat dirinya dan Ni~ya
berjanji untuk bertemu kembali.
“Itu... tamannya...” Kata Sakito
dengan nafas tersengal-sengal.
‘You’re not here.
On this pure white world.
Just step on it once.
You will change the snow into a rainbow’
[25 Desember 2012, 08:35 PM]
Sakito berlari menuruni tangga untuk
masuk ke taman tersebut. Berlari menuju patung peri ditengah taman tersebut. Ia
berhenti tepat dihadapan patung peri tersebut. Sebelah tangannya berpaku pada
patung. Sakito mengatur nafasnya unntuk beberapa saat. Melihat sekeliling dan
tidak menemukan seorangpun disana.
“Aku benar-benar sudah terlambat...”
Sakito merasa kecewa. Ia memandangi snow globe yang ada ditangannya. Isakannya
terdengar memilukan. Ia benar-benar frustasi. Ia terduduk dibawah patung peri
itu, menyilangkan tangannya diatas lutut dan menangis.
“Maaf.... Maafkan aku... Kalau saja
aku tidak menerima tawaran konser itu... Ni~ya..” Sakito masih terisak.
“Kumaafkan...”
“Eh?” Sakito mengangkat kepalanya. Ia
mendapati Ni~ya berlutut didepannya.
---虹の雪---
“Halo, cengeng..” Ni~ya menepuk
kepala Sakito pelan.
Sakito memandangi Ni~ya dengan mata
berkaca-kaca. Bibirnya yang mengatup gemetar menahan tangis. Air mata kini
memenuhi wajahnya. Sakito mendorong tubuhnya kedepan, memeluk Ni~ya erat. Ia
menangis sejadi-jadinya didekapan Ni~ya.
“Bodoh, bodoh, bodoh!! Kau tau aku
berlari dari gedung konser kesini. Aku hampir ditabrak oleh mobil, jatuh
tersandung, dimaki oleh orang-orang, hanya untuk sampai disini!! Dan apa yang
kulihat? Tidak ada seorangpun!! Kau tega membuatku seperti ini! Aku benci
padamu! Aku benci padamu, Ni~ya!!” Sakito memukul-mukul dada Ni~ya berulang-ulang.
“Maaf... Aku menunggu disini dari
satu jam yang lalu. Kupikir kau tidak akan datang, jadi aku memutuskan untuk
pergi. Tapi kulihat ada seseorang terduduk disini, kupikir mungkin itu kau,
jadi aku kembali kesini...” Ni~ya membelai ujung kepala Sakito pelan.
“..................” Sakito menangis.
Nafas dan isakannya menderu keras ditengah kesunyian malam.
Keduanya terdiam dalam posisi itu
untuk beberapa menit hingga snow globe
yang digenggam oleh Sakito jatuh ketanah dan menimbulkan suara gemelinting. Membuyarkan kesunyian
diantara mereka berdua.
“.... Sudah menemukan jawabannya?” Ni~ya
mendorong Sakito sedikit menjauh dari tubuhnya, memberikan ruang kepada matanya
untuk bisa memandang wajah Sakito.
“Sudah..”
“Lalu, apa?”
“Kau menyuruhku mencari jawaban dari
‘Kenapa malaikat itu memutuskan untuk melukiskan sebuah pelangi disaat salju
datang?’ bukan?”
“Tepat sekali, Sakito.. Lalu, apa
jawabannya?” Ni~ya memungut snow globe
tersebut dan meletakkannya diatas kedua telapak tangannya.
“Karena, malaikat merasa kasihan
kepada salju.. Malaikat itu merasa kasihan karena salju selalu merasa dirinya
dingin dan putih.. Salju selalu merasa bahwa dirinya bernasib sama dengan
sebuah kertas putih. Semua orang akan bosan memandanginya terus-menerus..” Sakito
menjelaskan. Tatapan matanya lekat memandang snow globe ditangan Ni~ya.
“Malaikat itu berpikir,
bahwa yang bisa mengimbangi kepasian salju adalah keberagaman warna pelangi.
Pelangi itu akan merefleksikan berbagai warna pada salju itu.. Dengan begitu,
salju tak akan merasa dirinya membosankan dan sendirian.. Begitu ‘kan?”
Ni~ya berdiri. “Nah, kau
sudah menemukan PR mu, sekarang, aku bisa pergi.”
“Apa?” Sakito seketika ikut bangun
dan memandang nanar wajah Ni~ya.
“Kau kan sudah menemukan PR mu.” Ni~ya
menjawab singkat
“Bukankah kau bilang bahwa bahkan
disaat bersalju pun, malaikat bisa saja datang dan melukiskan pelangi untuk
mewarnai putihnya salju? Atau justru sang pelangi memilih untuk menghilang
terkubur oleh pekatnya langit dan membiarkan salju itu tetap putih?” Sakito
memandang Ni~ya tajam. Matanya berkaca-kaca menahan agar air matanya itu tidak
keluar kembali.
“................................”
“Kaulah pelangi itu, Ni~ya.. Kalau
kau meninggalkanku sekarang, itu tandanya kau melupakan tugas yang diberikan
oleh sang malaikat padamu. Kau tidak mau mewarnai salju yang pasi itu? Kau
ingin membiarkan salju itu tetap dingin dan sendirian?” Sakito mencengkram
lengan jubah kiri Ni~ya. Ni~ya hanya bisa terdiam berdiri disana.
---虹の雪---
“Kau bilang kalau aku menemukan
jawabannya, kau akan mengabulkan satu permintaanku...” Sakito mencengkram jubah
Ni~ya makin erat.
“.... Apa yang kau minta?” Ni~ya
memandang wajah Sakito.
“.. Aku.. Minta.. Ni~ya selalu ada
didekatku. Menemaniku. Tidak boleh pergi. Menjadi pelangi yang bisa mewarnai
hari-hariku..”
Ni~ya terbelalak kaget. Ia menatap
dalam-dalam mata Sakito. Hanya ada keseriusan yang terpancar disana. Sakito
serius kali ini, dia benar-benar tidak main-main saat Ia bilang bahwa Ia ingin Ni~ya
berada disisinya.
“Aku... tidak bisa, Sakito.. Aku
tidak bisa..” Ni~ya masih menatap Sakito tajam.
Sakito tidak percaya dengan apa yang
didengarnya. Sakito sakit mendengarkan perkataan Ni~ya barusan. Sakito
benar-benar terpukul kali ini. Ditinggalkan oleh 2 lelaki ditempat yang sama,
apakah ini adalah sebuah kutukan untuknya? Apakah Sakito memang dikutuk untuk
tetap sendiri, terpuruk karena ditinggalkan oleh orang-orang yang Ia sayangi?
“Bodohnya aku, memaksa seseorang
untuk tetap disini bersamaku.. Padahal sudah jelas aku ini cuma orang asing..
Mana mungkin kau mencintai orang asing, iya kan? Ahahah.” Sakito tertawa pahit.
“Aku tidak bisa menolak permintaanmu
barusan, Sakito.” Ni~ya tiba-tiba memotong perkataan Sakito.
“Apa?”
“Aku akan tetap berada disisimu.” Ni~ya merengkuh
kedua tangan Sakito. Mengenggamnya erat. Membuat si empunya tangan menangis.
“Teganya kau...” Sakito memeluk Ni~ya
kembali. Kali ini lebih erat. Bukan tangisan kesedihan yang menemaninya
dipelukan Ni~ya saat ini. Tangisan kebahagiaan.. Tangisan karena Ia kini
memiliki tumpuan hidupnya. Memiliki pelangi untuk mewarnai hari-harinya.
“Ahahah.. Maaf, Sakito... Ah, lihat!
Sudah kubilang kalau kau menangis langit juga ikut menangis ‘kan?”
“Biar saja..” Sakito kembali cemberut.
“Dasar..”
Mereka berdua kini tertawa lepas dan
berpelukan dibawah salju yang mulai menutupi setiap bagian taman itu. Pada
akhirnya, pelangi dan salju itu kini bisa bersatu. Memberi warna kepada kehidupan
satu sama lain. Berjanji pada satu sama lain bahwa mereka akan menuliskan huruf
per huruf dari a sampai z yang terjalin membentuk berbagai macam kata.
Kata-kata yang kemudian memutuskan untuk berikatan membentuk kalimat-kalimat
indah. Kalimat-kalimat yang mengelompokkan dirinya menjadi paragraf-paragraf
untuk menyusun prosa-prosa indah pada lembaran-lembaran dalam sebuah buku putih
polos hingga cover penutup menyambut mata sehingga semua orang tak akan bosan
untuk membacanya.
終わり
N/B: Uwaa!! Maaf, ficnya ndak bagus. Bener2
bingung. Berkali-kali kena writer’s block. Dan banyak yang harus saya potong. Ditambah
lagi bagian endingnya terkesan rush sekali. Mou ichido, doumo sudah mau baca
fic saya. XDDDD
Apanya yg ndak bagus, hah??? Saya suka ceritanya~
ReplyDeleteDan saya sama sekali ga nangkep kesan rush deh :|
Dan lagi... diksinya sugee~ *-*)b Indah bo~
O iya, ada yang belum sesuai dengan tata bahasa yang benar! Jangan lupa diedit yah XDb
*siksa nak Rin*
ReplyDeleteaaaaaaaaaanyaaaaa~~~ suuukiiiii!!! TAT)/
@Shiroppoi: mwahah iya. saya males ngedit jadi yaa XDa *plakk*
ReplyDelete@yukinao: ini gagal maaah Dx